MEMBACA boleh, MENGAPRESIASI boleh, COPY PASTE? Jangan merendahkan dirimu sendiri dengan menjadi PLAGIAT! TOLONG HARGAI HAK CIPTA. Selamat membaca :)

Jumat, 14 Juni 2013

290 Hari

Aku tak pernah sesedih ini. Kukira waktu yang kubutuhkan untuk melupakanmu tak sepanjang ini. Aku salah besar, hari-hari yang kulalui, bersama dengan usaha untuk melupakanmu, ternyata tak menemukan titik temu. Kamu masih jadi segalanya, masih berdiam dalam kepala, masih jadi yang paling penting dalam hati. Maaf, jika segala kejujuranku terdengar bodoh. Sebentar lagi, kamu pasti akan berkata bahwa sikapku berlebihan. Seandainya sekarang aku berada di sampingmu, akan kuceritakan sebuah kisah tentang melupakan dan mengikhlaskan, sungguh dua hal itu bukanlah hal yang mudah.
290 hari harusnya waktu yang sangat cukup untuk menghilangkan perasaan, namun aku tak termasuk dalam pernyataan itu. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun dan sosokmu masih jadi penunggu, menyergap perhatianku, menguji imanku, dan merontokan kepercayaanku. Tubuhku dingin dan menggigil saat menghadapi perpisahan. Belum kutemukan bisikkan lembut, selembut ketika kamu membisikkan tentang cinta, mimpi, dan harapan-harapan yang dulu ingin kita wujudkan berdua.
Sekali lagi aku katakan, melupakan tak akan pernah mudah. Merelakan yang pernah ada menjadi tidak ada adalah kerumitan yang belum tentu kau tahu rasanya. Aku menulis ini saat aku terlalu lelah dihajar kenangan. Mengapa di otakku; kau tek pernah hilang barang sedetik saja? Perkenalan kita terlalu singkat untuk dibilang cinta dan terlalu dalam jika dibilang ketertarikan sesaat. Aku tak tahu harus diberi nama apa kedekatan kita dulu. Aku tak mengerti mengapa aku yang tak mudah tergoda ini malah begitu saja terjebak dalam perhatian dan tindakanmu yang berbeda. Kamu sangat luar biasa di mataku, dulu dan sekarang; tetap sama.
Dan, aku masih menangisi juga menyesali yang sempat terjadi. Bertanya-tanya dalam hati, mengapa semua harus berakhir sesakit ini? Apa tujuanmu menyakitiku jika dulu kita pernah menjadi belahan jiwa yang enggan saling melepaskan? Aku tak tahu sedang berbuat apa kamu disana. Aku tak lagi tahu kabarmu. Segala ke tidak tahuanku mengantarkanku pada perasaan asing, rindu yang semakin hari semakin berontak. Rindu yang meminta pertemuan nyata. Rindu yang memaksa dua orang yang sekarang berjauhan untuk kembali berdekatan.
Kalau aku berada disampingmu sekarang, ingin rasanya aku mengulang segalanya. Kuperbudak waktu, kehentikan detak jarum jam semauku. Agar yang hadir dalam hari-hariku hanyalah kamu, hanyalah kita, dan hanyalah bahagia tanpa air mata. Seandainya hal itu bisa kulakukan, mungkin sekarang aku tak akan merindukanmu sesering dan sedalam sekarang.
Bisakah kau membantuku untuk memudahkan segalanya? Agar aku bisa terima, bisa mengihklaskan, bisa merelakan dengan sangat gampang! Benarkah semua hanya bualanmu? Betulkah kebersamaan kita kau anggap sebagai permainan? Mengapa aku terlalu bodoh untuk membaca hal itu dari awal? Apa karena kau terlalu berkilau, hingga mataku terlanjur buta dan telingaku seketika tuli, jadi yang kulihat dan kudengar hanya bisikkan harapan yang sebenarnya sungguh bukanlah kenyataan.
Berhenti menyiksa aku dengan segala macam rindu dan kenangan, atau mungkin aku yang menyiksa diriku sendiri karena tak mampu melupakanmu? Ah, sudahlah, aku cuma ingin memberitahu, kita sudah 290 hari berpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Jadi, apa kabarmu sekarang? Apakah kamu masih semanis dan semenyenagkan seperti dulu? Ataukah kamu yang sekarang adalah kamu yang tanpa topeng, kamu yang ternyata jauh berbeda dari yang kukira?
Aku benci harus mengakui ini. Aku sering merindukanmu dan memendam perasaanku. Tersiksa dengan angan sendiri, mengiris hati dengan kemauan sendiri. Aku ingin mengaku (dengan sangat terpaksa) bahwa aku masih mencintaimu dan berharap kamu kembali, walaupun hanya untuk menenangkanku dan berkata segalanya akan baik-baik saja.
Kamu ingin kembali? Iya? Masa?
Kamu ingin kembali? Tidak? Oke?

Sabtu, 08 Juni 2013

1 Tahun, 12 Bulan, 52 Minggu lebih sehari, 365 Hari, 8760 Jam, 3197400 Detik..Setelah KepergianMu

"Dan semenjak ada dia, kamu bukan kamu yang seperti dulu. Tiada lagi kisah indah. Meskipun engkau telah pergi mungkin takkan kembali aku disini, tetap disini sayangku. Aku masih rindu padamu. Aku masih sayang padamu, meski kini cintamu bukan aku" - sing.
Aku menulis ini ketika aku sadar tak akan ada yang bisa dikembalikan seperti dulu lagi. Aku menulis ini ketika aku berpikir bahwa disana kamu pasti telah menemukan seseorang yang baru. Seseorang yang bisa mencintaimu, memahamimu, dan mengerti keinginanmu lebih baik daripada aku. Mungkin, rendahnya kepekaanku dan tingginya keegoisanku membuat kamu pergi dan menjauh. Seandainya, bisa kuputar kembali waktu, aku tidak akan membiarkanmu pergi dan akan menahanmu sampai Tuhan bosan melihat usahaku.
Aku mulai mencintaimu, mulai membiasakan diri akan kehadiranmu, dan mulai percaya yang kau rasakan juga adalah cinta. Setiap kau sapa aku dan setiap tatap matamu menyentuh hangat tatap mataku; aku percaya ini cinta. Dulu, aku takut mengartikan kata-katamu dan segala kalimat-kalimat manis itu adalah salah satu respon bahwa kau juga punya rasa yang sama.
Pada akhirnya aku sadar, aku hanya pelarian tempat kamu meletakkan kecemasan. Aku hanyalah persinggahan, ketika kamu lelah untuk berjalan. Dulu, aku tak ingin mendengar semua perkataan teman-temanku. Aku mencoba tutup telinga pada setiap bisikkan yang mereka lontarkan. Aku tak menyangka jika orang yang begitu halus membisikan cinta, begitu manis mengucapkan rindu, dan begitu mudah berkata sayang adalah orang yang harusnya dari awal tidak kupercayai gerak-geriknya.
Kamu tak tahu betapa aku begitu tergoda akan kehadiranmu. Kamu tak sadar betapa aku ingin sebuah penyatuan, meskipun kita berbeda. Kamu tak paham betapa cinta mulai mengetuk pintu hatiku dan aku mulai mengizinkan kamu berdiam disana. Sungguh bodoh. Mengapa begitu mudah menjatuhkan air mata untuk kamu yang tak pernah menangisiku? Mengapa rindu begitu sialan karena menjadikanmu sosok yang paling sering kusebut dalam doa? Mengapa cinta begitu tak masuk akal ketika perkenalan singkat kita berujung pada hal yang tak kuduga? Kau tak tahu betapa sulitnya melupakan perasaan yang sudah melekat, betapa tidak mudahnya menghilangkan kamu dari hati dan otakku. Cinta ini datang begitu mudah dan entah mengapa membenci begitu susah.
Kalau kau ingin tahu seberapa dalam perasaanku, cinta ini seperti air laut yang enggan surut. Aku telah tenggelam, sementara kamu yang berada di pesisir pantai hanya bisa melambaikan tangan dan menertawakan kesesakanku. Apa yang bisa kau anggap lucu dari perasan ini? Mengapa kau begitu mudah menjadikan perasaanku sebagai candaan yang kau pikir bisa membuatku tertawa?
Sinaran pesonamu, membutakan segalaku. Begitu mudah aku terjebak bayang-bayang yang kupikir nyata. Begitu gampangnya aku terjerumus pada kesemuan yang tak pernah jadi kenyataan. Harus kularikan kemana cinta yang semakin dalam ini? Harus kubuang kemana rindu yang tiba-tiba sering berujung air mata ini? Haruskah aku bilang padamu, dengan mata yang sembab, dengan rambut yang beratakkan, dengan wajah yang begitu lelah.....hanya untuk memintamu kembali?
Pertanyaan tentang perasaanku telah terjawab, walau tak kau jawab secara langsung. Kau tak punya perasaan sedalam yang kuberikan, kau tak merindukanku sesering aku merindukanmu, dan kau tak ingin menjadikanku pertama. Ah, pernahkah kau rasakan menjadi sosok yang selalu diletakkan dinomor sekian? Yang tetap mencintai walau disakiti? Yang tetap mengabdi walau dilukai?
Seandainya semua bisa kembali seperti dulu lagi. Mungkin aku tak akan sesedih ini, tak akan seberantakkan ini, dan tak akan segila ini.
Kalau kau ingin pergi, maka pergilah. Tapi berjanjilah padaku: aku adalah perempuan yang terakhir kau sakiti. Setelah ini, pergilah pada ibumu dan cintai beliau dengan ketulusan, sehingga kau bisa belajar mencintai perempuan lain dengan ketulusan yang sama. Katakan padaku, kau akan menganggap kata sayang adalah kata yang sakral, sehingga tak akan kamu ucapkan hanya untuk menyakiti perasaan seorang perempuan. Katakan padaku, jika kau tak mampu melakukan semua hal itu, aku bisa bantu kamu. Tapi, kamu kembali dan mau kuajak saling memahami.
Suata saat nanti, kita akan bertemu dengan kebahagiaan masing-masing. Kau merangkul kekasih barumu dan memperkenalkannya padaku, Aku menggenggam erat jemari kekasihku yang berhasil menghapus mendung dihari-hariku. Lalu, kita menertawakan masa lalu, betapa dulu aku dan kamu pernah begitu lucu.
Kemudian, lukaku bisa kau jadikan materi stand upcomedy-mu, tertawakan aku sepuasmu. Setelah itu kumasukan kau dalam sebuah tulisan; kusiksa kamu sampai jera, kubiarkan kau jadi tokoh yang tertawa lebih dulu tapi menangis sekencang-kencangnya diakhir cerita.
Terimakasih untuk tawa yang kau titipkan pada setiap candaanmu diujung malam. Terimakasih juga kau telah memperkenalkanku angka favorite mu, angka 8 dan asal kau tahu ya aku jadi sering dihantui angka itu. Sekarang aku sadar, betapa sosok yang pernah membuatku tertawa paling kencang juga adalah pria yang bisa membuatku menangis paling kencang. TERIMA KASIH :)