MEMBACA boleh, MENGAPRESIASI boleh, COPY PASTE? Jangan merendahkan dirimu sendiri dengan menjadi PLAGIAT! TOLONG HARGAI HAK CIPTA. Selamat membaca :)

Kamis, 18 April 2013

Un-Break My Heart.

Don’t leave me in all this pain. Don’t leave me out in the rain. Come back and bring back my smile. Come and take these tears away, I need your arms to hold me now. The nights are so unkind, bring back those nights when I held you beside me.
Un-break my heart, say you’ll love me again. Un-do this hurt you caused when you walked out the door and walked outta my life. Un-cry these tears, I cried so many nights. Un-break my heart, my heart Take back that sad word good-bye. Bring back the joy to my life. Don’t leave me here with these tears, come and kiss this pain away. I can’t forget the day you left. Time is so unkind and life is so cruel without you here beside me.
Don’t leave me in all this pain
Don’t leave me out in the rain
Bring back the nights when I held you beside me
Un-break my heart, baby. Come back and say you love me. Un-break my heart, Sweet darlin’ without you I just can’t go on, can’t go on.

I Have Nothing.

Share my life, take me for what I am cause I’ll never change all my colours for you. Take my love, I’ll never ask for too much just all that you are and everything that you do.
I don’t really need to look very much further. I don’t want to have to go where you don’t follow. I won’t hold it back again, this passion inside. Can’t run from myself. There’s nowhere to hide, your love I’ll remember forever.
Don’t make me close one more door, I don’t wanna hurt anymore. Stay in my arms if you dare or must I imagine you there. Don’t walk away from me…I have nothing, nothing, nothing, If I don’t have you.
You see through, right to the heart of me. You break down my walls with the strength of you love. I never knew love like I’ve known it with you. Will a memory survive, one I can hold on to.

HOW DO I...

How do I, get through the night without you? If I had to live without you, what kind of life would that be? Oh, I need you in my arms, need you to hold. You're my world, my heart, my soul. If you ever leave, baby you would take away everything good in my life and tell me now, How do I live without you? I want to know. How do I breathe without you? if you ever go. How do I ever, ever survive? How do I, how do I, oh how do I live?
Without you, there'd be no sun in my sky, there would be no love in my life, there'd be no world left for me, and I, baby I don't know what I would do. I'd be lost if I lost you, if you ever leave, baby you would take away everything real in my life.
And tell me now, how do I live without you? I want to know. How do I breathe without you? If you ever go. How do I ever, ever survive? How do I, how do I, oh how do I live? Please tell me baby, how do I go on? if you ever leave. Baby you would take away everything, I need you with me. Baby don't you know that you're everything, Real in my life?
Please tell me now,
How do I live without you? I want to know.
How do I breathe without you? If you ever go
How do I ever, ever survive?
How do I, how do I, oh how do I live?
How do I live without you?
How do I live without you baby?

Senin, 08 April 2013

Aku Tak Minta Banyak Hal, Tuhan.

Tuhan....Selamat pagi, selamat siang, atau selamat sore, dan selamat malam. Aku tak tahu disurga sedang musim apa, penghujan atau kemaraukah? Ataukah mungkin sekarang sedang turun salju? Pasti indah. Kalau boleh berbincang sedikit, aku belum pernah melihat salju. Mungkin, kalau aku sudah cukup dewasa dan sudah bisa menghasilkan uang sendiri, aku akan menyaksikan salju, dengan mata kepala ku sendiri.
Aku tahu kamu tak pernah sibuk. Aku tahu kamu selalu mendengar isi hatiku meskipun kamu tak segera memberi pukpuk di bahuku. Aku tak perlu curiga padaMu, soal kamu mendengar doaku atau tidak. Aku percacay telingaMu selalu tersedia untuk siapapun yang percaya padaMu. Aku yakin pelukanMu selalu terbuka bagi siapapun yang lelah pada dunia yang membuatnya menggigil. Aku mengerti tanganMu selalu siap menyatukan kembali kepingan-kepingan hati yang patah.
Masih tentang hal yang sama, Tuhan. Aku belum ingin ganti topik. Tentang dia. Seseorang yang selalu kuperbincangkan sangat lama bersamaMu. Seseorang yang selalu kusebut dalam setiap frasa kata ketika aku bercakap panjang denganMu.
Aku sudah tahu, perpisahan yang Kau ciptakan adalah sesuatu yang terbaik untukku. Aku mengerti kalau Kamu sudah mempersiapkan seseorang yang jauh lebih baik darinya. Tapi... bukan berati aku harus absen menyebut namanya dalam doaku bukan?
Nah... kalau yang ini, aku juga sudah tahu. Dia sudah menemukan penggantiku, entah lebih baik atau lebih buruk dariku. Atas alasan apapun, aku harus turut bahagia mendengar berita itu, karena ia tak perlu merayakan kesedihannya seperti yang aku lakukan beberapa hari terakhir ini. Seiring mendapatkan penggantiku, ia tak perlu merasa galau ataupun merasa kehilangan. Sungguh... aku tak pernah ingin dia merasakan sakit seperti yang kurasakan, Tuhan. Aku tak pernah tega melihat kecintaanku terluka seperti luka yang belum juga kering didadaku. Aku hanya ingin kebahagiaannya terjamin olehMu, dengan atau tanpaku.
Tolong kali ini jangan tertawa, Tuhan. Aku tentu saja menangis, dadaku sesak ketika tahu semua berlalu begitu cepat. Apalagi ketika dia menemukan penggantiku hanya dalam hitungan bulan. Aku memang tak habis pikir. Padahal, aku sedang menikmati perasaan bahagia yang meletup pelan-pelan itu. Bukannya ingin berpikir negatif, tapi ternyata setiap manusia punya topengnya masing-masing. Ia berganti-ganti peran sesukanya. Sementara aku belum cukup cerdas untuk mengerti wajah dan kenampakan aslinya. Aku hanya melihat segala hal yang ia tunjukan padaku, tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya ada dalam hatinya. Aku tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Bagaimana hubungannya dengan gebetan barunya. Aku tak terlalu ingin mengurusi hal itu. Aku yakin dia pasti bahagia, karena begitu mudah mendapatkan penggantiku.
Aku percaya dia sedang dalam titik jatuh cinta setengah mati pada gebetan nya dan tidak lagi membutuhkan aku dalam helaan nafasnya. Permintaan yang sama seperti kemarin, Tuhan. Jagalah kebahagiaannya untukku. Bahagiakan dia untukku. Senyumnya adalah segalanya yang kuharapkan. Bahkan, aku rela menangis untuknya agar ada lengkungan senyum di bibirnya. Aku ingin lakukan apapun untuknya, tanpa melupakan rasa cintaku padaMu. Aku memang tak menyentuhnya. Tapi... dalam jarak sejauh ini, aku bisa terus memeluknya dalam doa.
Pernah terpikir agar aku bisa terkena amnesia dan melupakan segala sakit yang pernah kurasa. Agar aku tak pernah merasa kehilangan dan tak perlu menangisi sebuah perpisahan. Rasanya hidup tak akan rumit jika setiap orang mudah melupakan rasa sakit dan hanya mengingat rasa bahagia. Namun... aku tahu hidup tak bisa seperti itu, Tuhan. Harus ada rasa sakit agar kita tahu rasa bahagia. Tapi, bagiku rasa sakit yang terlalu sering bisa membuat seseorang menikmati yang telah terjadi. Itu dalam persepsiku lho, Tuhan. Kalau pendapatMu berbeda juga tak apa-apa.
Aku memang tak perlu meratap, karena sepertinya ia bahagia bersama gebetan berunya. Ia pasti telah menemukan dunia baru yang indah dan menyenagkan. Aku turut senang jika hal itu benar, kembali pada bagian awal, Tuhan. Aku tak ingin dia merasakan sakitnya perpisahan, seperti yang aku rasakan.
Kembali pada bagian awal. Aku hanya ingin ia bahagia. Cukup.

Untuk Teman Saya. "Beda Cinta, Setipis Keyakinan"

Saya mengingat lagi cerita teman saya. Saya hanya mampu menepuk bahunya berkali-kali dan hanya mampu mengucapkan kata "sabar". Baru beberapa hari saya temui dia disuatu tempat. Jujur, perasaan saya masih terbebani oleh cerita yang ia ungkapkan. Tentang hubungannya, tentang mantan kekasihnya, yang jauh dari kata normal. Iya, mereka berbeda. tidak sama seperti orang lainnya.
Ketika ia bercerita dengan menggunakan air mata, saya tahu bahwa beban yang ia pikul sangatlah berat. Air mata yang saya lihat hari Sabtu kemarin adalah luapan emosinya yang sempat tertahan. Saya bisa rasakan sakit yang memukul-mukul perasaannya. Tapi, dalam duka, masih terselip kebahagiaan yang mampu ia ceritakan pada saya, walau dengan suara tertatih, walau dalam helaan nafas lirih.
Jatuh cinta adalah dua kata yang sulit dijelaskan. Tidak terdefinisikan. Soal hati, kata-kata seakan tak ahli untuk memaparkan juga mendeskripsikan. Saya tidak akan berbicara tentang cintan juga tentang mimpi omong kosongyang diciptakan saat hadirnya cinta. Ini semua soal kenyataan, soal dunia yang begitu klise. Agama.
Air mata memang sia-sia, karena yang dibutuhkan disini adalah kedewasaan. Semua berawal manis dan indah. Teman saya, awalnya memang becerita dengan senyum sumringah. Ia berkenalan dengan seorang pria, secara tidak sengaja. Tentu saja, kita seringkali menggangap banyak hal terjadi karena kebetulan. Kebetulan mungkin adalah rencana Tuhan yang belum benar-benar kita pahami.
Tatapan mereka saling beradu, hanya senyum dan tawa yang tercipta kala itu. Teman saya, wanita beragama Islam tersebut, baru memasuki kelasnya yang baru. Lalu dunia berkonspirasi, mempertemukan dia dengan seorang pria nasrani, yang membuat hatinya merasa nyaman. Pria yang tiba-tiba merasuk masuk dalam ingatan dan jengkal nafasnya.
Indah memang, cinta mengubah segala yang hita menjadi warna-warni. Tumpukan kebahagiaan semakin terasa sempurna, ketika perkenalan teman saya dan pria itu berlangsung ke tahap yang lebih dalam, lebih dekat.
Segalanya terasa manis, walaupun juga terasa asing. Rasa nyaman itu kini berangsur menjadi rasa takut kehilangan. Mereka berusaha untuk melindungi satu sama lain. Mungkin, ketika tasbih berada dalam genggaman teman saya dan ketika salib berada dalam genggaman pria itu; dengan air mata, mereka saling mendoakan.
Saya bisa rasakan kehangatan mereka. Sangat hangat. Sangat dekat. Saya iri, mengingat hubungan saya yang lebih dulu kandas termakan perpisahan. Saya dan pria masa lalu tersebut tidak sekuat dan setegar teman saya. Oh, jadi curhat. Sungguh, saya benci membahas masa tidak ingin saya ingat lagi. Teman saya dan mantan kekasihnya itu dulu berusaha mempertahankan walau berbeda. Perbedaan keyakinan bukan alasan untuk tidak saling jatuh cinta dan saling mempertahankan. Hingga pada suatu saat, ada seseorang yang menghakimi hubungan mereka sehingga pada akhirnya mereka berpisah.
Hey, mereka berbeda dari pasangan lainnya. Mereka bukan pasangan bermanja-manja yang mabuk kepayang akan cinta, saling bergelayut mesra dalam pelukan. Sampah. Pacaran model cinta monyet. Teman saya dan mantan kekasihnya sungguh berbeda, mereka punya kebahagiaan yang tak dimengerti banyak orang. Kebahagiaan yang belum tentu bisa dirasakan oleh banyak orang yang sibuk menghakimi hubungan mereka.
Apa yang membuat dua orang saling memperjuangkan jika bukan karena cinta? Dan, apakah hanya untuk bahagia, mereka perlu meninggalkan Tuhan dan menutup telinga terhadap perkataan orang?
Untuk teman saya yang belum berani saya sebutkan namanya
Kuatlah, teman...
Mereka yang diluar sana tak pernah tau apa yang kau rasakan
Mereka mencibirmu, memakimu, dan menghakimimu
Karena mereka tak pernah tahu... siapa dirimu sebenarnya.

Sabtu, 06 April 2013

Bukan Kisah Yang Penting.

Aku masih merasakan sesak yang sama. Aku tahu bahwa pada akhirnya aku akan sesedih ini, aku berusaha menghindari air mata sekuat yang aku bisa. Tapi, kau tahu, aku dalah wanita paling tidak kuat menahan kesedihan. Kamu mendengar cerita tentang pria itu kan? Aku selalu bercerita padamu tentang dia. Seberapa dalamnya perasaanku, seberapa kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa hebat senyumnya bisa begitu meneguhkan langkahku.
Kamu tentu tahu seberapa dalam perasaanku padanya dan betapa aku takut perbedaan aku dan dia menjadi jurang. Aku tak pernah memikirkan perpisahan selama ini, tapi ternyata hal yang begitu tak ingin kupikirkan pada akhirnya terpaksa masuk otakku. Aku dan dia tak lagi seperti dulu. Sapaannya tak lagi sehangat dulu, senyumnya tak lagi semanis dulu, dan tawanya tak lagi serenyah dulu. Aku tak tahu perubahan macam apa yang membuat sosok pria itu begitu berbeda.
Dari semua sikapku, tak mungkin kau tak tahu tentang perasaanku padanya. Dari semua ceritaku, tak mungkin kau tak paham bahwa aku masih menyanyanginya. Aku memang terlalu banyak diam dan memendam, mungkin disitulah kesalahanku. Terlalu egois mengatakan dan terlalu takut mengungkapkan. Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa dan tak bisa mengkambinghitamkan siapapun. Bukankah dalam cinta tak pernah ada yang salah?
Mengetahui kenyaataan yang mencekam seperti itu, aku jadi malas tersenyum dan berbicara banyak tentang perasaanku pada orang lain. Aku malah semakin belajar untuk menutup rapat-rapat mulutku pada setiap perasaan yang minta diledakan lewat curhat-curhat kecil.
Siapapun kamu yang menggantikan aku, berbahagialah kamu bersama pria itu, pria yang selalu kubawa dalam setiap cerita-ceritaku. Pria yang bagiku terlalu tinggi untuk kugapai dan terlalu misterius untuk kumengerti jalan pikirannya. Jika nanti aku melihatmu dengan pria itu, aku akan berusaha meyakinkan diriku: bahwa aku juga harus ikut berbahagia melihatmu dengannya. Sejatinya, cinta adalah ikhlas melihat orang yang kucintai bahagia meskipun ia tak pernah menjadikanku pilihan satu-satunya.
Tenanglah, aku sudah mulai melupakanmu. Sudah ada seorang pria baru, yang tak begitu kucintai, tapi kehadirannya bisa sedikit mengundang senyum dibibirku. Aku tak tahu, apakah perasaanku pada pria baru itu adalah cinta. Aku tak berusaha memahami, apakah hubungan yang kami jalani saat ini adalah ketertarikan sesaat atau hanya sarana untuk menyembuhkan luka hatiku? Kami tertawa bersama, menghabiskan waktu berdua, tapi segalanya terasa biasa saja. Tak ada ledakan yang begitu menyenangkan ketika aku bertatap mata dengannya.
Pria yang kini sedang dekat denganmu, selalu berbentuk gumpalan bayang-bayang di otakku. Semakin aku berusaha melawan, semakin aku tak bisa menerima bahwa segalanya tak lagi sama. Aku tak ingin ingatanku dan perasaanku yang dulu begitu besar pada masa lalu menjadi penyiksa untuk pria baru yang ingin membahagiakanku kelak. Aku hanya berusaha mengerti yang terjadi dan berusaha pasrah dengan kenyataan yang memang harus ku ketahui. Aku tak ingin dibohongi oleh kesemuan yang membahagiakan, lebih baik kenyataan yang memuakan tapi penuh kejelasan.
Aku mohon, jagalah pria itu dengan susah payah, dengan sekuat tenagamu. Aku ingin kebahagiaannya terjamin olehmu. Aku ingin dia bahagia bersamamu. Di sini, aku tak bisa berbuat banyak, selain membantu dalam doa.
Aku tak sempat membuat dia tersenyum. Tolong, inilah permintaanku yang terakhir padamu yang nantinya menjadi kekasih pria itu, setelah ini aku tak akan mengganggumu: bahagiakanlah dia, buatlah dia terus tersenyum, dan biarkan saja dia tak tahu ada seseorang yang terluka diam-diam disini.