MEMBACA boleh, MENGAPRESIASI boleh, COPY PASTE? Jangan merendahkan dirimu sendiri dengan menjadi PLAGIAT! TOLONG HARGAI HAK CIPTA. Selamat membaca :)

Senin, 08 April 2013

Aku Tak Minta Banyak Hal, Tuhan.

Tuhan....Selamat pagi, selamat siang, atau selamat sore, dan selamat malam. Aku tak tahu disurga sedang musim apa, penghujan atau kemaraukah? Ataukah mungkin sekarang sedang turun salju? Pasti indah. Kalau boleh berbincang sedikit, aku belum pernah melihat salju. Mungkin, kalau aku sudah cukup dewasa dan sudah bisa menghasilkan uang sendiri, aku akan menyaksikan salju, dengan mata kepala ku sendiri.
Aku tahu kamu tak pernah sibuk. Aku tahu kamu selalu mendengar isi hatiku meskipun kamu tak segera memberi pukpuk di bahuku. Aku tak perlu curiga padaMu, soal kamu mendengar doaku atau tidak. Aku percacay telingaMu selalu tersedia untuk siapapun yang percaya padaMu. Aku yakin pelukanMu selalu terbuka bagi siapapun yang lelah pada dunia yang membuatnya menggigil. Aku mengerti tanganMu selalu siap menyatukan kembali kepingan-kepingan hati yang patah.
Masih tentang hal yang sama, Tuhan. Aku belum ingin ganti topik. Tentang dia. Seseorang yang selalu kuperbincangkan sangat lama bersamaMu. Seseorang yang selalu kusebut dalam setiap frasa kata ketika aku bercakap panjang denganMu.
Aku sudah tahu, perpisahan yang Kau ciptakan adalah sesuatu yang terbaik untukku. Aku mengerti kalau Kamu sudah mempersiapkan seseorang yang jauh lebih baik darinya. Tapi... bukan berati aku harus absen menyebut namanya dalam doaku bukan?
Nah... kalau yang ini, aku juga sudah tahu. Dia sudah menemukan penggantiku, entah lebih baik atau lebih buruk dariku. Atas alasan apapun, aku harus turut bahagia mendengar berita itu, karena ia tak perlu merayakan kesedihannya seperti yang aku lakukan beberapa hari terakhir ini. Seiring mendapatkan penggantiku, ia tak perlu merasa galau ataupun merasa kehilangan. Sungguh... aku tak pernah ingin dia merasakan sakit seperti yang kurasakan, Tuhan. Aku tak pernah tega melihat kecintaanku terluka seperti luka yang belum juga kering didadaku. Aku hanya ingin kebahagiaannya terjamin olehMu, dengan atau tanpaku.
Tolong kali ini jangan tertawa, Tuhan. Aku tentu saja menangis, dadaku sesak ketika tahu semua berlalu begitu cepat. Apalagi ketika dia menemukan penggantiku hanya dalam hitungan bulan. Aku memang tak habis pikir. Padahal, aku sedang menikmati perasaan bahagia yang meletup pelan-pelan itu. Bukannya ingin berpikir negatif, tapi ternyata setiap manusia punya topengnya masing-masing. Ia berganti-ganti peran sesukanya. Sementara aku belum cukup cerdas untuk mengerti wajah dan kenampakan aslinya. Aku hanya melihat segala hal yang ia tunjukan padaku, tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya ada dalam hatinya. Aku tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Bagaimana hubungannya dengan gebetan barunya. Aku tak terlalu ingin mengurusi hal itu. Aku yakin dia pasti bahagia, karena begitu mudah mendapatkan penggantiku.
Aku percaya dia sedang dalam titik jatuh cinta setengah mati pada gebetan nya dan tidak lagi membutuhkan aku dalam helaan nafasnya. Permintaan yang sama seperti kemarin, Tuhan. Jagalah kebahagiaannya untukku. Bahagiakan dia untukku. Senyumnya adalah segalanya yang kuharapkan. Bahkan, aku rela menangis untuknya agar ada lengkungan senyum di bibirnya. Aku ingin lakukan apapun untuknya, tanpa melupakan rasa cintaku padaMu. Aku memang tak menyentuhnya. Tapi... dalam jarak sejauh ini, aku bisa terus memeluknya dalam doa.
Pernah terpikir agar aku bisa terkena amnesia dan melupakan segala sakit yang pernah kurasa. Agar aku tak pernah merasa kehilangan dan tak perlu menangisi sebuah perpisahan. Rasanya hidup tak akan rumit jika setiap orang mudah melupakan rasa sakit dan hanya mengingat rasa bahagia. Namun... aku tahu hidup tak bisa seperti itu, Tuhan. Harus ada rasa sakit agar kita tahu rasa bahagia. Tapi, bagiku rasa sakit yang terlalu sering bisa membuat seseorang menikmati yang telah terjadi. Itu dalam persepsiku lho, Tuhan. Kalau pendapatMu berbeda juga tak apa-apa.
Aku memang tak perlu meratap, karena sepertinya ia bahagia bersama gebetan berunya. Ia pasti telah menemukan dunia baru yang indah dan menyenagkan. Aku turut senang jika hal itu benar, kembali pada bagian awal, Tuhan. Aku tak ingin dia merasakan sakitnya perpisahan, seperti yang aku rasakan.
Kembali pada bagian awal. Aku hanya ingin ia bahagia. Cukup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar