MEMBACA boleh, MENGAPRESIASI boleh, COPY PASTE? Jangan merendahkan dirimu sendiri dengan menjadi PLAGIAT! TOLONG HARGAI HAK CIPTA. Selamat membaca :)

Senin, 08 April 2013

Untuk Teman Saya. "Beda Cinta, Setipis Keyakinan"

Saya mengingat lagi cerita teman saya. Saya hanya mampu menepuk bahunya berkali-kali dan hanya mampu mengucapkan kata "sabar". Baru beberapa hari saya temui dia disuatu tempat. Jujur, perasaan saya masih terbebani oleh cerita yang ia ungkapkan. Tentang hubungannya, tentang mantan kekasihnya, yang jauh dari kata normal. Iya, mereka berbeda. tidak sama seperti orang lainnya.
Ketika ia bercerita dengan menggunakan air mata, saya tahu bahwa beban yang ia pikul sangatlah berat. Air mata yang saya lihat hari Sabtu kemarin adalah luapan emosinya yang sempat tertahan. Saya bisa rasakan sakit yang memukul-mukul perasaannya. Tapi, dalam duka, masih terselip kebahagiaan yang mampu ia ceritakan pada saya, walau dengan suara tertatih, walau dalam helaan nafas lirih.
Jatuh cinta adalah dua kata yang sulit dijelaskan. Tidak terdefinisikan. Soal hati, kata-kata seakan tak ahli untuk memaparkan juga mendeskripsikan. Saya tidak akan berbicara tentang cintan juga tentang mimpi omong kosongyang diciptakan saat hadirnya cinta. Ini semua soal kenyataan, soal dunia yang begitu klise. Agama.
Air mata memang sia-sia, karena yang dibutuhkan disini adalah kedewasaan. Semua berawal manis dan indah. Teman saya, awalnya memang becerita dengan senyum sumringah. Ia berkenalan dengan seorang pria, secara tidak sengaja. Tentu saja, kita seringkali menggangap banyak hal terjadi karena kebetulan. Kebetulan mungkin adalah rencana Tuhan yang belum benar-benar kita pahami.
Tatapan mereka saling beradu, hanya senyum dan tawa yang tercipta kala itu. Teman saya, wanita beragama Islam tersebut, baru memasuki kelasnya yang baru. Lalu dunia berkonspirasi, mempertemukan dia dengan seorang pria nasrani, yang membuat hatinya merasa nyaman. Pria yang tiba-tiba merasuk masuk dalam ingatan dan jengkal nafasnya.
Indah memang, cinta mengubah segala yang hita menjadi warna-warni. Tumpukan kebahagiaan semakin terasa sempurna, ketika perkenalan teman saya dan pria itu berlangsung ke tahap yang lebih dalam, lebih dekat.
Segalanya terasa manis, walaupun juga terasa asing. Rasa nyaman itu kini berangsur menjadi rasa takut kehilangan. Mereka berusaha untuk melindungi satu sama lain. Mungkin, ketika tasbih berada dalam genggaman teman saya dan ketika salib berada dalam genggaman pria itu; dengan air mata, mereka saling mendoakan.
Saya bisa rasakan kehangatan mereka. Sangat hangat. Sangat dekat. Saya iri, mengingat hubungan saya yang lebih dulu kandas termakan perpisahan. Saya dan pria masa lalu tersebut tidak sekuat dan setegar teman saya. Oh, jadi curhat. Sungguh, saya benci membahas masa tidak ingin saya ingat lagi. Teman saya dan mantan kekasihnya itu dulu berusaha mempertahankan walau berbeda. Perbedaan keyakinan bukan alasan untuk tidak saling jatuh cinta dan saling mempertahankan. Hingga pada suatu saat, ada seseorang yang menghakimi hubungan mereka sehingga pada akhirnya mereka berpisah.
Hey, mereka berbeda dari pasangan lainnya. Mereka bukan pasangan bermanja-manja yang mabuk kepayang akan cinta, saling bergelayut mesra dalam pelukan. Sampah. Pacaran model cinta monyet. Teman saya dan mantan kekasihnya sungguh berbeda, mereka punya kebahagiaan yang tak dimengerti banyak orang. Kebahagiaan yang belum tentu bisa dirasakan oleh banyak orang yang sibuk menghakimi hubungan mereka.
Apa yang membuat dua orang saling memperjuangkan jika bukan karena cinta? Dan, apakah hanya untuk bahagia, mereka perlu meninggalkan Tuhan dan menutup telinga terhadap perkataan orang?
Untuk teman saya yang belum berani saya sebutkan namanya
Kuatlah, teman...
Mereka yang diluar sana tak pernah tau apa yang kau rasakan
Mereka mencibirmu, memakimu, dan menghakimimu
Karena mereka tak pernah tahu... siapa dirimu sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar