MEMBACA boleh, MENGAPRESIASI boleh, COPY PASTE? Jangan merendahkan dirimu sendiri dengan menjadi PLAGIAT! TOLONG HARGAI HAK CIPTA. Selamat membaca :)

Sabtu, 06 April 2013

Bukan Kisah Yang Penting.

Aku masih merasakan sesak yang sama. Aku tahu bahwa pada akhirnya aku akan sesedih ini, aku berusaha menghindari air mata sekuat yang aku bisa. Tapi, kau tahu, aku dalah wanita paling tidak kuat menahan kesedihan. Kamu mendengar cerita tentang pria itu kan? Aku selalu bercerita padamu tentang dia. Seberapa dalamnya perasaanku, seberapa kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa hebat senyumnya bisa begitu meneguhkan langkahku.
Kamu tentu tahu seberapa dalam perasaanku padanya dan betapa aku takut perbedaan aku dan dia menjadi jurang. Aku tak pernah memikirkan perpisahan selama ini, tapi ternyata hal yang begitu tak ingin kupikirkan pada akhirnya terpaksa masuk otakku. Aku dan dia tak lagi seperti dulu. Sapaannya tak lagi sehangat dulu, senyumnya tak lagi semanis dulu, dan tawanya tak lagi serenyah dulu. Aku tak tahu perubahan macam apa yang membuat sosok pria itu begitu berbeda.
Dari semua sikapku, tak mungkin kau tak tahu tentang perasaanku padanya. Dari semua ceritaku, tak mungkin kau tak paham bahwa aku masih menyanyanginya. Aku memang terlalu banyak diam dan memendam, mungkin disitulah kesalahanku. Terlalu egois mengatakan dan terlalu takut mengungkapkan. Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa dan tak bisa mengkambinghitamkan siapapun. Bukankah dalam cinta tak pernah ada yang salah?
Mengetahui kenyaataan yang mencekam seperti itu, aku jadi malas tersenyum dan berbicara banyak tentang perasaanku pada orang lain. Aku malah semakin belajar untuk menutup rapat-rapat mulutku pada setiap perasaan yang minta diledakan lewat curhat-curhat kecil.
Siapapun kamu yang menggantikan aku, berbahagialah kamu bersama pria itu, pria yang selalu kubawa dalam setiap cerita-ceritaku. Pria yang bagiku terlalu tinggi untuk kugapai dan terlalu misterius untuk kumengerti jalan pikirannya. Jika nanti aku melihatmu dengan pria itu, aku akan berusaha meyakinkan diriku: bahwa aku juga harus ikut berbahagia melihatmu dengannya. Sejatinya, cinta adalah ikhlas melihat orang yang kucintai bahagia meskipun ia tak pernah menjadikanku pilihan satu-satunya.
Tenanglah, aku sudah mulai melupakanmu. Sudah ada seorang pria baru, yang tak begitu kucintai, tapi kehadirannya bisa sedikit mengundang senyum dibibirku. Aku tak tahu, apakah perasaanku pada pria baru itu adalah cinta. Aku tak berusaha memahami, apakah hubungan yang kami jalani saat ini adalah ketertarikan sesaat atau hanya sarana untuk menyembuhkan luka hatiku? Kami tertawa bersama, menghabiskan waktu berdua, tapi segalanya terasa biasa saja. Tak ada ledakan yang begitu menyenangkan ketika aku bertatap mata dengannya.
Pria yang kini sedang dekat denganmu, selalu berbentuk gumpalan bayang-bayang di otakku. Semakin aku berusaha melawan, semakin aku tak bisa menerima bahwa segalanya tak lagi sama. Aku tak ingin ingatanku dan perasaanku yang dulu begitu besar pada masa lalu menjadi penyiksa untuk pria baru yang ingin membahagiakanku kelak. Aku hanya berusaha mengerti yang terjadi dan berusaha pasrah dengan kenyataan yang memang harus ku ketahui. Aku tak ingin dibohongi oleh kesemuan yang membahagiakan, lebih baik kenyataan yang memuakan tapi penuh kejelasan.
Aku mohon, jagalah pria itu dengan susah payah, dengan sekuat tenagamu. Aku ingin kebahagiaannya terjamin olehmu. Aku ingin dia bahagia bersamamu. Di sini, aku tak bisa berbuat banyak, selain membantu dalam doa.
Aku tak sempat membuat dia tersenyum. Tolong, inilah permintaanku yang terakhir padamu yang nantinya menjadi kekasih pria itu, setelah ini aku tak akan mengganggumu: bahagiakanlah dia, buatlah dia terus tersenyum, dan biarkan saja dia tak tahu ada seseorang yang terluka diam-diam disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar