MEMBACA boleh, MENGAPRESIASI boleh, COPY PASTE? Jangan merendahkan dirimu sendiri dengan menjadi PLAGIAT! TOLONG HARGAI HAK CIPTA. Selamat membaca :)

Minggu, 14 Juli 2013

(+/-)22 Minggu Kepergianmu.

Aku pernah jadi paling bahagia. Aku pernah dalam keadaan baik-baik saja. Kita pernah merasa bahwa yang aku dan kamu jalani adalah yang selama ini kita cari-cari, kebahagiaan yang nyata meskipun berbeda.
Sudah lewat (+/-)22 minggu sejak kepergian kamu dan ingatanku masih sangat tajam mengenang kita yang dulu pernah ada. Aku pernah kau buat tertawa dalam setiap canda kita, dalam setiap pesan singkat, dan dalam setiap sambungan telepon. Saat itu, aku percaya bahwa kamulah yang kelak akan membukakan mataku tentang cinta, mengubah persepsiku bahwa cinta tak selalu luka dan dusta.
Aku salah mengartikan semuanya. Kupikir perhatianmu sungguh kau tunjukkan untukku. Kukira segala ungkapan dan ucapanmu adalah hal mutlak yang menjadi peganganku. Kuterka bahwa yang selama ini kita jalani adalah kekuatan cinta. Ah, aku begitu cepat menduga. Yang selama ini kuberi nama cinta, hanyalah omong kosong belaka. Yang kukira perasaanmu nyata, ternyata hanya rasa iseng yang pura-pura kau seriusi. Dalam pikiranmu, aku dianggap sebagai medan permainan, tempat kau melarikan kekesalan pada dunia yang tak lagi tunduk pada keinginanmu. Kau perlakukan aku layaknya boneka, kau lumpuhkan hatinya, kau butakan perasaannya, lalu kau atur segalanya. Kau rancang semuanya, hingga mataku buta, hingga teligaku tuli; hingga aku tak bisa membedakan mana cinta dan dusta.
Aku tak tahu, apakah kata sayang yang dulu kau ucapkan dalam setiap percakapan kita, hanyalah bualan yang kaupikir bisa dijadikan bahan candaan? Kamu pernah berjanji, Sayang. Ingatkah? Kalau diizinkan aku mengungkit segalanya, lantas mengapa kau pergi ketika aku sedang cinta-cintanya?
Setelah kepergianmu, kamu tak pernah lagi pulang. Bahkan untuk sekedar tahu kabarku, bahkan untuk mengetahui lukaku; kamu tak mau. Kita berpisah tanpa kata pisah. Kita menjauh tanpa pernah tahu yang sesungguhnya terjadi. Rasanya ingin kukatakan berkali-kali bahwa bukan ini yang kumau, bahwa bukan kepergianmu yang selama ini ku tunggu. Kubiarkan kau terus mendekatiku, kuterima kau dalam keadaan burukmu, kurangkul kau dalam doa; tapi nyatanya kau bikin aku begini,sangat tersiksa. Jika selama ini semua terasa begitu manis, mengapa kau berikan aku sesuatu yang sangat pahit di akhir, Sayang?
(+/-)22 minggu setelah kepergian kamu. Tak banyak berubah. Langitku masih sama, mendungku masih ada. Sakitku masih parah, lukaku masih merah. Hatiku masih lebam, ingatanku masih keram. Kamu datang dan pergi sesuka hati, membiarkanku jadi penonton dalam dramamu. Kamu berganti topeng sesuka hati, membiarkanku kebingungan membedakan dirimu yang sesungguhnya masih begitu abu-abu.
Tak pantas lagi mengharapmu kembali, kamu yang (+/-)22 minggu lalu masih begitu manis, tiba-tiba sekarang jadi begitu sadis. Kamu yang kukenal baik, lugu, dan tak banyak tingkah kini sudah berganti wajah. Aku tak paham pria macam apa yang dulu kucintai. Ketololanku semakin lengkap ketika kutahu, kamu begitu mudah punya yang baru, sementara di sini aku masih sibuk menyembuhkan lukaku. Walau sebenarnya bisa saja aku mendapatkan penggantimu dengan cepat,namun nyatanya aku masih sibuk menyembuhkan luka yang kau beri.
Di antara rasa lelah menunggu, di antara kesabaran merindu; ternyata aku masih berani merapal namamu dalah setiap doaku. Selamat (+/-)22 minggu, Sayang. Kapan pulang?
Harusnya kita tak pernah ada: agar aku tak perlu terluka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar